Jumat, 17 Januari 2014

Proses Pembuatan game "Assassin's Creed"

Assassin’s Creed adalah salah satu franchise game modern yang sangat sukses. Sejak pertama kali muncul di tahun 2007 Ubisoft telah menjadikan game tersebut seperti ritual tahunan dari Assassin’s Creed II, Assassin’s Creed: Brotherhood, Assassin’s Creed: Revelation, sampai tahun ini merilis Assassin’s Creed III.
Ini adalah game yang bersetting di New Orleans pada kisaran tahun 1765 – 1780. Sementara di sisi lain Amerika perang kemerdekaan tengah terjadi di New Orleans isu mengenai perbudakan masih sangat kental. Sangat sedikit orang berkulit hitam memiliki kebebasan dalam kehidupan mereka karena terikat dalam rantai perbudakan. Bukan rahasia bahwa setiap game Assassin’s Creed mengambil setting tertentu dalam tiap entrinya dan ini bukan pengecualian. Yang menarik adalah karena Liberation dan Assassin’s Creed III hadir di masa rentang yang sama maka ada misi tertentu di mana Aveline akan bertemu dengan Connor – sosok protagonis dari Assassin’s Creed III.

Seri video game dari Ubisoft yang kini telah mencapai judul kelima (Assassin's Creed III) dikenal sebagai permainan yang menyajikan gameplay terbuka di tengah tempat-tempat historis yang tervisualisasi dengan indah.

Dalam seri game ini pemain menjelajahi lokasi-lokasi bersejarah, seperti kota Istanbul pada zaman Ottoman, Roma dalam masa Renaissance, serta Amerika Serikat sewaktu dilanda perang saudara. Semuanya ditampilkan dengan detail lingkungan dan arsitektur yang akurat sesuai era masing-masing.  




Liberation ini juga memiliki tiga lokasi utama yang dijelajahi oleh Aveline (di samping satu misi tambahan di mana ia harus ke daerah East Coast guna bertemu Connor). Kota utama tempat kamu tinggal adalah New Orleans yang silih berganti diduduki oleh orang Perancis dan Spanyol. Perubahan ini cukup kentara dalam gameplay. Di jaman pendudukan Spanyol misalnya para penjaga lebih tegas dalam mencurigai penduduk di sana. Sebagai Aveline kamu juga bisa dengan mudah memancing kerusuhan dengan memanfaatkan amarah massa yang terpendam. Secara keseluruhan New Orleans adalah sebuah kota yang sangat luas dan aku terkesan bagaimana Ubisoft mampu memasukkan semuanya ke dalam satu handheld. Ini adalah Assassin’s Creed yang tak kalah megah dengan kompatriotnya di konsol!
Untuk mewujudkan itu semua diperlukan kerja keras yang tidak sedikit, mulai dari riset sejarah, kunjungan ke lokasi yang sesungguhnya, hingga proses pengembangan lingkungan dalam game. Nah, di sinilah Richard Wych Bharata Setiawan, seorang kelahiran Indonesia, memainkan peranannya..
 Sebagai perancang lingkungan game, Richard terlibat dalam pembuatan sejumlah game dalam seri Assassin's Creed, termasuk Brotherhood dan Revelations yang merupakan ekspansi dari judul Assassin's Creed II. Dia juga turut menangani proses desain dalam seri game populer lain bikinan Ubisoft, yaitu Prince of Persia.
 Melihat tampilan dunia dalam seri game Assassin's Creed yang luas dan begitu mendetail, dapat dibayangkan bahwa pembuatnya pastilah bekerja keras untuk merealisasikan lingkungan game dari gambaran konsep yang ditetapkan sebelumnya.
Di studio Ubisoft, sebagian besar tanggung jawab ini berada di pundak art director yang memberikan arahan seputar rancangan game pada sejumlah sub-bagian, termasuk character design dan level designer yang menjadi atasan Richard.

"Kalau diumpamakan, level designer membuat 'mangkuk' lingkungan dunia game berikut 'level box' yang mewakili obyek-obyek dalam dunia game. Level artist seperti saya kemudian mewujudkan dunia itu sesuai arahan," jelas Richard mengenai bidang pekerjaannya.

Dari situ, Richard bersama tim level artist memikirkan kira-kira arsitektur seperti apa yang sesuai dengan setting game, lalu bekerja membuat obyek-obyek dan lingkungan dalam game berdasarkan referensi yang didapat berikut limitasi interaksi dalam game yang ditetapkan oleh programmer.

Kadang proses ini bisa membuat pusing tujuh keliling. Richard memberi contoh salah satu level dalam game Assassin's Creed: Brotherhood yang menampilkan reruntuhan Colosseum di Roma, Italia, lengkap dengan ruang-ruang bawah tanahnya.

 "Kami harus membuat Colosseum sesuai dengan keadaannya pada abad ke-15, tahun 1400-an, sementara gambar-gambar referensi yang tersedia hanya dari tahun 2000-an," ungkap Richard. Kendati demikian, nyatanya di tengah keterbatasan itu tim pengembang Ubisoft tetap berhasil memvisualisasikan desain Colosseum yang megah.
Ketika itu, Richard antara lain bertanggung jawab membuat setting dungeon atau ruang tahanan bawah tanah di Colosseum yang juga dipakai sebagai arena kejar-kejaran menggunakan kuda di dalam game. "Proses pembuatannya lama sekali, tapi ketika dimainkan dalam game, lima menit saja level-nya sudah lewat, ha-ha-ha," ucap Richard.

Dalam proses pembuatan game, Ubisoft menerapkan sistem milestone atau target pencapaian dalam kurun waktu tertentu. Jika sudah dekat waktu deadline, Richard kerap lembur demi merampungkan pekerjaan.

Tantangan dalam melakukan proses desain lingkungan game itu pun selalu mengalami eskalasi dari judul ke judul. Menurut Richard, ini karena Ubisoft selalu meminta rancangan yang lebih detail untuk game berikutnya. "Pengerjaan dari Assassin's Creed II ke Brotherhood lalu setelah itu ke Revelations, misalnya, selalu harus disertai dengan peningkatan kualitas sehingga kami harus bekerja lebih giat lagi."

Saat semuanya sudah selesai, dunia game kemudian digabungkan dengan bagian-bagian lainnya, seperti karakter game hasil rancangan character artist dan fashion designer yang juga dibuat berdasarkan referensi faktual.


sumber
 http://tekno.kompas.com/read/2012/12/10/16190686/Orang.Indonesia.di.Balik.Game.Assassins.Creed
http://tukangreview.com/video-game-review/assassins-creed-iii-liberation/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar